Jumat, 24 Desember 2010

YU PAIRAH, SELAMAT HARI IBU YA. . . . .

Hari Rabu siang tanggal 22 Desember. Seperti hari-hari biasa lalu lintas Jakarta diwarnai kemacetan disana-sini. Meskipun begitu tak menyurutkan niat Suryo untuk terus menginjak pedal gas Honda Jazznya dan terus melaju menuju ke sebuah Plaza di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara. Sudah menjadi acara rutin tahunan setiap datang hari ibu, ia selalu memanjakan istrinya. Melarang istrinya bekerja membereskan semua pekerjaan rumah tangga, dan mengajaknya jalan-jalan, serta memenuhi apapun permintaan istrinya dihari yang special buat para ibu itu.

Sebagai seorang pengusaha yang sukses, hidup berkecukupan dan tinggal di sebuah komplek elite dikawasan Jakarta Timur ia tak akan pernah mengalami kesulitan untuk memenuhi setiap permintaan istrinya, bahkan bila permintaan spesial itu datang setiap hari, bukan setahun sekali pada setiap datangnya hari ibu. Cara menyambut datangnya hari ibu seperti ini memang khas mereka, bahkan istrinya tak pernah meminta, tetapi ide ini datang dari Suryo sang suami. Dan hari ini tepat datangnya hari ibu, Miranda meminta beberapa perhiasan, dan ingin menikmati makan siang di sebuah restoran jepang.

Jam 11.47 WIB mobil Honda Jazznya memasuki sebuah plaza yang cukup terkenal dikawasan Kelapa Gading. Setelah memastikan mobil terparkir dengan aman, Suryo, Miranda dan putri kecilnya yang dalam gendongan baby sitter naik menuju lantai atas dan memasuki sebauh jewelry yang saat itu tidak begitu ramai pengunjung. Setelah mendapatkan perhiasan yang diinginkan mereka langsung menuju sebuah restoran jepang yang berada satu lantai diatasnya.
Terjadi sebuah antrian kecil sebab memang sudah memasuki jam makan siang. Tetapi demi memanjakan sang istri, Suryo ikut mengantri dengan sabar. Sesaat kemudian meja makan mereka sudah penuh oleh makanan. Demi memanjakan sang istri Suryo memesan makanan yang cukup banyak, meski hanya untuk berempat dengan gadis kecil beserta sang baby sitter. Beberapa mangkok nameko jiru, tempura, shabu-shabu, ika ring age dan niwatori terriyaki juga eby furray memenuhi meja makan mereka. Mereka kelihatan lahap menyantap hidangan jepang, pada lunch yang dahsyat dan canggih itu. Sang baby sitter pun kelihatan merem melek kepedesan oleh wasabi, sambal jepang yang unik itu. Di akhir acara makan siang yang mantap itu, Suryo megecup kening istrinya sambil mengucapkan, “ Selamat hari ibu sayang, berbahagia dan berbanggalah jadi seorang ibu, sebab dari rahim seorang ibulah orang-orang hebat yang merubah dunia di lahirkan…”.

Di belahan bumi yang lain yu Pairah tengah mandi keringat, tangan kecilnya yang menghitam karena sengatan matahari masih terus menari mengumpukan batu-batu dan kemudian memecahnya menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil. Setelah terkumpul banyak lalu menaikkannya ke atas truk. Ia terpaksa menjalani pekerjaan kasar sebagai pencari batu di salah satu sungai yang berhulu di Gunung Merapi, untuk tetap bertahan hidup. Suaminya kang Ngatijan juga memiliki profesi yang serupa, ia juga “berkantor” di sungai sebagai penggali pasir. Kebodohan dan himpitan ekonomi membuat yu Pairah tidak memiliki pilihan lain. Untuk menghidupi kedua anaknya yang sudah bersekolah ia harus rela melakukan apasaja, termasuk menggeluti pekerjaan kasar sebagai pengumpul dan pemecah batu.

Nasibnya tak seberuntung Miranda. Ibu muda yang menikmati kehidupan menyenangkan di kota Jakarta. Setiap datang hari ibu, Suryo sang suami selalu mamanjakannya, melarangnya bekerja dirumah, mengajaknya jalan-jalan, makan siang di restoran dan memenuhi setiap permintaannya di hari yang spesial untuk para ibu itu. Hari ibu adalah hari yang di tunggu buat Miranda. Setiap kali hari ibu datang, selalu menjadi hari yang menyenangkan buat Miranda. Bukan saja hari itu sebagai penghargaan pada para ibu termasuk dirinya, tetapi juga perlakuan khusus Suryo atas dirinya pada setiap datangnya hari spesial itu.

Hal itu sangat bertolak belakang dengan keadaan yu Pairah. Pada hari yang special buat para ibu itu, yu Pairah harus tetap bekerja, memeras keringat, membanting tulang untuk mempertahankan hidup. Jadi saya sangat maklum kalau ia tidak ingat, kalau hari ini adalah hari ibu. Atau bahkan kalau ia tidak perduli lagi dengan hari ibu pun saya juga maklum, sebab berpuluh-puluh hari ibu yang telah lewat tidak pernah bisa merubah hidupnya. Baginya bahkan bila dalam setahun ada sepuluh kali hari ibu pun tidak akan berarti apa-apa. Sebab ada hari ibu atau tidak ia tetap hidup susah dan ngrekasa.

Dan bertepatan dengan hari ibu tahun ini, disana, diberbagai tempat yang masih menjadi bagian dari wilayah negeri ini, banyak sekali yu Pariah yu Pairah yang lain, yang tak berdaya, yang terlunta-lunta, yang terseok-seok hidupnya, yang tak mampu menyekolahkan anaknya, yang menjadi korban KDRT, yang menjadi korban perdangangan manusia, yang menjadi korban pembunuhan, yang menjadi korban mutilasi. Ah.., ternyata yu Pairah tidak sendiri. Ada beribu-beribu atau bahkan berjuta-juta yu Pairah yang lain yang menunggu pertolongan dan pemberdayaan untuk bisa bangkit dari jurang kebodohan, kemiskinan dan ketidakadilan menuju hidup yang lebih baik dan sejahtera. Selamat hari ibu yu Pairah, semoga pada hari ibu tahun depan keadaamnu sudah lebih baik dari pada saat ini.@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar