Rabu, 21 Juli 2010

YANG RENTA YANG MERANA

Berada di gang sempit kawasan kumuh padat penduduk, Senen Jakarta pusat tempat kost saya kala itu berada. Suatu wilayah yang saat itu juga terkenal sebagai sarang noarkoba dan kriminal. Salah satu kawasan hitam ibu kota. Maklum sebagai kaum urban berpendidikan rendah seperti saya, tentu sangat sulit untuk bisa bekerja di perusahaan yang besar, dengan gaji yang memadai dan tinggal di tempat kost yang layak. Untuk bisa bertahan di tempat seperti itu saja sulit bukan main dan perlu perjuangan yang sangat dahsyat.

Ruangan berukuran 3x2 meter persegi, berdinding triplek bekas dengan atap seng bekas pula itu, sangat tidak layak untuk disebut rumah. Bangunan bertingkat semi permanen itu difungsikan untuk tempat kost dan kantor sebuah yayasan yang mengurusi orang-orang jompo., Bukan panti jompo, karena orang-orang jompo yang di urus tidak berada di situ.

Sebut saja nenek Nah, seorang jompo yang bernasib kurang baik. Kurang jelas apa alasannya, karena satu dan lain hal nenek Nah harus tinggal di situ. Padahal tempatnya sangat tidak layak untuk orang seusianya. Tidak ada ruang dan pelayanan yang nyaman, sebab tempat itu sebenarnya kantor dan sekaligus dapur. Yang ada hanya mang Cecep dan keluarganya. Pria kelahiran Sukabumi itu memang yang diserahi tugas untuk mengurusi kantor itu. Nenek renta yang menurut perkiraan saya sudah berusia lebih dari 80 tahun itu malang benar nasibnya. Pada detik-detik terakhir masa hidupnya ia harus terpisah dari keluarga, jauh dari anak cucu, dan tinggal pada tempat yang bagi saya amat menyakitkan itu. Bagaimana tidak, tidur, makan, minum dan melakukan semua aktifitas di tempat yang kotor. Bahkan seringkali sang nenek terlihat meringkuk tertidur pulas di lantai tanpa alas apapun, di ruang tanpa sekat dan tanpa daun jendela lengkap dengan sengatan sinar matahari dan siraman air tatkala hujan.

Mang Cecep sendiri tidak bisa berbuat banyak, dan saya tahu betul ia sudah bekerja maksimal. Dan ia juga tidak bisa mengandalkan pekerjaannya sebagai office boy pada yayasan tersebut. Sebab penghasilannya dari tempat itu sangat tidak mencukupi untuk menghidupi seisi keluarga, istri dan dua orang anaknya. Untuk menjaga agar dapurnya tetap bisa berasap, ia harus double job sebagai tukang parkir dan penjaga malam pada rumah orang cina kaya yang tak jauh dari situ. Seperti kebanyakan orang kecil lainnya, untuk bisa bertahan hidup di Jakarta mereka harus kreatif, melakukan apa saja, menyulap dirinya menjadi orang yang multi talenta.Beragam profesi mereka jalani mulai dari office boy, tukang becak, tukang parkir, tukang jaga malam, bahkan memulung barang rongsokan.

Suatu malam saat saya sedang santai di balkon atas, menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok, ia sempat bercerita tentang Nenek Nah yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Sebenarnya ia sudah memberitahukan akan hal itu kepada keluarganya, tetapi tidak ada respon. Dan kelihatan sekali ia sangat kecewa dengan keadaan tersebut. Seminggu kemudian, pada hari menjelang petang, di tengah hujan rintik yang mengguyur Jakarta, nenek Nah meninggal dunia. Inalillahi wainaillaihi roji'un. Setiap yang datang dari-Nya pasti akan kembali kepada-Nya.

Mang Cecep kembali menemui keluarga sang nenek. Saya agak terkejut dan sekaligus keheranan ketika ia kembali dengan berlinangan air mata, dihadapan saya bahkan tangisannya semakin keras dan semakin jadi. Seolah-olah yang meninggal adalah orang tuanya sendiri. Usut punya usut ternyata ia mendapatkan jawaban yang mengejutkan dari anak almarhumah. Anak nenek Nah mengatakan tidak sanggup mengurusi jenazah ibunya itu. Duit dari mana untuk mengurus jenazah, sedang untuk makan sehari-hari saja sulit. Begitu mang Cecep menirukan kata-kata anak nenek Nah dengan terbata-bata.
Betapa amat sangat durhakanya anak itu. Terhadap ibu yang telah melahirkannya kedunia ini, ia berbuat setega itu. Sudah semasa hidup tidak mau mengurusi, setelah meninggal pun ia cuci tangan lari adri tanggung jawab. Kebiadapan macam apalagi ini..? Mungkinkah ini bagian dari kebiadapan ibu kota..? Entahlah.

Akhirnya dengan bantuan sana-sini, jenazah nenek Nah bisa dimakamkan dengan layak tanpa harus melibatkan keluarganya. Selamat jalan nenek Nah, semoga Allah swt mengampuni segala dosa-dosamu, menerima semua amal baikmu, dan memberimu tempat yang baik, jauh lebih baik dari tempatmu didunia yang menyakitkan itu. Ammiiiin.@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar