Bertempat di sebuah Grand ball room hotel bintang lima di kawasan Senayan Jakarta, perhelatan akbar pernikahan antara seorang artis ibu kota dan anak seorang pengusaha sukses nan kaya raya itu akan di gelar. Konon menurut pemberitaan media masa pernikahan ini dinobatkan sebagai pernikahan terakbar tahun ini. Pernikahan agung yang kabarnya menelan biaya mendekati angka 200 milyar rupiah, dan akan dihadiri tak kurang dari 7000 undangan. Fantastis, bak cerita pesta pernikahan di negeri dongeng, pesta itu dipastikan akan menjadi pesta pernikahan yang paling wah dan paling spektakuler pada tahun ini.
Keagungan sebuah pernikahan menurut pemikiran banyak orang, mungkin akan selalu dikaitkan dengan pesta dan tempatnya yang mewah, jumlah biayanya yang besar, dan banyaknya tamu undangan yang akan hadir. Seperti kebanyakan pesta pernikahan yang di langsungkan kaum berada, pejabat, pengusaha dan tentu artis-artis papan atas negeri ini. Sedikit sekali atau bahkan mungkin tidak ada orang yang memandang keagungan sebuah pernikahan itu dilihat dari out putnya. Jadi apakah dari pesta pernikahan yang disebut agung itu, pada kemudian hari mampu melahirkan sebuah keluarga yang bahagia atau tidak. Apakah dari pernikahan yang disebut spektakuler itu pada kemudian hari mampu mewujudkan sebuah keluarga yang harmonis dan agamis atau tidak.
Ironisnya pesta pernikahan nan agung dengan beribu-ribu undangan yang hadir dan bermilyar-milyar biaya yang harus di keluarkan itu, tidak pernah menjamin bahwa pada kemudian hari akan menjadi keluarga yang bahagia. Berapa banyak artis-artis ibu kota kita, yang pernikahannya diadakan di grand ball room sebuah hotel bintang lima ternama, dan dengan biaya yang mencapai milayran rupiah, tetapi dikemudian hari rumah tangganya harus kandas di tengah jalan dan diakhiri dengan perceraian. Tidak cukup sampai disitu, mereka kemudian malah berseteru dihadapan pengadilan untuk memperebutkan hak asuh anak dan juga harta gono-gini. Dengan menyewa pengacara tersohor, mereka mereka berdebat mempertahankan argumennya masing-masing. Mengklaim kebenaran versi mereka. Di depan media mereka saling serang, perang kata-kata, membuka aib satu sama lain. Menghabiskan banyak uang dan juga energi untuk memerangi orang yang pernah mereka cintai. Pendeknya mereka semua gagal total mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, sebagai tujuan utama dari suatu pernikahan. Pernikahannya yang agung dan mewah itu seolah tak berarti, karena harus diakhiri dengan perceraian yang menyakitkan di tambah bonus perselisihan yang berkepanjangan.
Saya jadi ingat pernikahan Agung Budianto, kawan sekolah saya di SMA dulu. Pernikahan yang sangat sederhana di sebuah desa kecil, di lereng selatan gunung Merapi kala itu. Tidak seperti upacara pernikahan pada umumnya, pernikahan itu hanya berlangsung sangat singkat, dan hanya dihadiri oleh beberapa kawan dekat, keluarga dan tetangga sekitar. Tidak ada janur kuning sebagai penghias, tidak ada pelaminan untuk duduk sang pengantin, tidak ada pengeras suara, tidak ada kursi-kursi untuk tamu undangan yang hadir, sebab semua dilakukan dengan cara lesehan menggelar tikar. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan cincin emas seberat lima gram, ijab qobul pun berlangsung dengan lancar tanpa hambatan satu apapun.
Menyederhanakan pernikahan dengan alasan masih kuliah dan minimnya biaya yang dimiliki, tak membuat nilai keabsahan dan kesakralan sebuah pernikahan berkurang, yang penting syarat dan rukunnya terpenuhi, katanya saat itu.
Lima belas tahun kemudian, ketika tanpa sengaja saya ketemu mas Agung pada sebuah perjamuan di Jogja, kemudian saya diajak mampir kerumahnya yang mungil dan asri di kawasan Jogja utara. Memiliki dua anak perempuan yang cantik-cantik dan pintar-pintar, membuatnya ia berbangga. Ia sendiri menjadi guru agama pada SD negeri tak jauh dari rumahnya. Istrinya yang juga tercatat sebagai aktivis disebuah organisasi keagamaan itu juga masih sempat membuka boutiqe baju muslim kecil-kecilan di rumahnya, serta menerima jahitan baju-baju muslim khususnya buat anak-anak.
Dalam kesederhanaan hidupnya ia terlihat sangat bahagia. Dalam benak saya kemudian muncul pertanyaan, sebenarnya yang disebut pernikahan agung itu, pernikahan yang glamour dan menghabiskan uang milyaran rupiah tetapi gagal melahirkan sebuah keluarga yang bahagia, atau pernikahan sederhana seperti kawan saya mas Agung itu, tetapi sukses besar mewujudkan keluarga yang bahagia, harmonis, sakinah, mawadah dan warohmah....,sih? Jadi yang penting itu pestanya atau pernikahannya...? Entahlah...., anda sendiri yang bisa menilainya.@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar