Jumat, 18 November 2011

MENGENAL LEBIH DEKAT PANEMBAHAN SENOPATI, SANG PENDIRI KERAJAAN MATARAM


Panembahan Senopati adalah pendiri kasultanan Mataram yang 188 tahun kemudian terpecah menjadi 2, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta melalui Perjanjian Giyanti. Beliau memerintah sebagai raja Mataram pertama pada tahun 1587-1601. Bergelar Senopati Ingalogo Kalifatulah Tanah Jawa, Panembahan Senopati adalah peletak dasar-dasar kasultanan Mataram. Raja pertama Mataram yang memiliki nama kecil Danang Sutawijaya ini, merupakan putra sulung dari pasangan Ki Ageng Pemanahan dan Nyai Sabinah. Menurut naskah-naskah babad tanah jawa ayahnya merupakan keturunan raja Brawijaya, raja terakhir kerajaan Majapahit, sedang ibunya merupakan keturunan Sunan Giri, anggota Walisongo. Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama kasultanan Mataram.
Ikut berjasa besar dalam menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549, Sutawijaya kemudian diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya bupati Pajang untuk pancingan karena sampai saat itu beliau belum dikaruniai seoarang anak. Sutawijaya kemudian bertempat tinggal di sebelah utara pasar, sehingga kemudian ia dikenal sebagai Raden Ngabehi Loring Pasar.
Dalam sayembara menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549, ia diajak ikut serta ayahnya dalam rombongan pasukan, supaya Sultan Hadiwijaya tidak tega dan menyertakan bala pasukan Pajang sebagai bantuan, saat itu Sutawijaya masih berumur belasan tahun. Arya Penangsang adalah bupati Jipang Panolan yang sudah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir kasultanan Demak. Ia sendiri akhirnya terbunuh oleh Sutawijaya. Akan tetapi sengaja di buat laporan palsu bahwa kematian Penangsang karena dikeroyok oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai tahu kisah sebenarnya bahwa yang membunuh Arya Penangsang adalah anak angkatnya sendiri, beliau akan lupa memberikan hadiah.
Usai sayembara Ki Penjawi mendapat tanah di Pati dan menjadi bupati sejak 1549, sedang ki Ageng Pemanahan baru mendapat tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram dan bergelar Senopati Ingalogo yang berarti panglima medan perang.
Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat sudah lebih dari setahun Senopati tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senopati saat itu sedang sibuk berkuda di Lipura, seolah tidak peduli dengan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior Pajang itu sangat pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun
Senopati memang ingin menjadikan Mataram menjadi kerajaan yang merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan baik yang bersifat matreal maupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa laut selatan dan gunung Merapi. Senopati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari kedu dan bagelen yang hendak meyetor pajak ke Pajang, hingga para mantri itu bahkan dibujuknya untuk setia pada senopati. Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya, dan iapun mengirim utusan untuk menyelidiki kemajuan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban dan Pangeran Benawa serta Patih Mancanegara. Semua dijamu dengan pesta oleh Senopati, sehingga mereka tidak membuat laporan yang biasa-biasa saja pada Sultan Hadiwijaya tentang Senopati.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya menghukum Tumenggung Mayang dibuang ke Semarang karena telah membantu anaknya yang bernama Raden Pabelan menyusup kedalam keputren dan mengganggu Ratu Sekar Kedaton putri bungsu Sultan. Raden Pabelan sendiri akhirnya dihukum mati dan mayatnya dibuang ke sungai Laweyan. Ibu Pabelan adalah adik Senopati, maka ia mengutus para mantri untuk merebut tumenggung Mayang dalam perjalanan pebuangannya ke Semarang. Perbuatan Senopati ini membuat Sultan Hadiwijaya murka. Sultanpun berangkat sendiri memimpin pasukan Pajang untuk menyerang Mataram.
Perangpun terjadi, pasukan  Mataram berhasil menghalau pasukan Pajang, meski jumlah mereka lebih banyak. Kemudian Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dalam perjalanan pulang ke pajang. Ia pun akhirnya meninggal dunia, namun beliau sempat berwasiat agar anak-anaknya tidak membenci dan memusuhi Senopati serta harus memperlakukannya sebagai kakak sulung. Senopati sendiri ikut hadir dalam upacara pemakaman Sultan Hadiwijaya di Pajang. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, Senopati memerdekakan Mataram pada tahun 1587 dan memerintah menjadi raja pertama Mataram. Beliau wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di makam raja-raja Kotagede, kemudian digantikan oleh Panembahan Hanyakrawati atau Raden Mas Jolang. Sekarang namanya diabadikan menjadi nama jalan di kota Yogyakarta, tak jauh dari kraton.@ (Sumber:Wikipedia dan beberapa sumber lain)

1 komentar:

  1. Salam kenal yaaa. Tulisan yang menarik, kunjungi blogku juga ya pak.bu, mas dan mbak!. Tak ada yang lebih menyedihkan dan mengharukan dari kisah Mangir pembayun, seperti juga ketika saya bersimpuh di makam Pembayun di Kebayunan Tapos Depok Jawa Barat, bersebelahan dengan makam anaknya Raden Bagus Wonoboyo dan makam Tumenggung Upashanta, kadang sebagai trah Mangir, aku merasa bahwa akhirnya mataram dan mangir bersatu mengusir penjajah Belanda di tahun 1628-29, cobalah cermati makam cucu Pembayun yang bernama Utari Sandi Jayaningsih, Penyanyi batavia yang akhirnya memenggal kepala Jaan Pieterz Soen Coen pada tanggal 20 September 1629, setelah sebelumnya membunuh Eva Ment istri JP Coen 4 hari sebelumnya, kepala JP Coen yang dipenggal oleh Utari inilah yang dimakamkan di tangga Imogiri, Spionase mataram lagi lagi dijalankan oleh cucu Pembayun dan ki Ageng Mangir, informasi buka http://pahlawan-kali-sunter.blogspot.com/2013/01/ki-ageng-mangir-mempunyai-keturunan-di.html

    BalasHapus