Hari Senin jam 08.00 pagi, seperti biasa Jakarta macet total. Antrian panjang kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat terjadi di setiap perempatan jalan di seluruh pelosok Jakarta. Tak terkecuali di bilangan Kuningan Jakarta Selatan, salah satu kawasan perkantoran tersibuk di ibu kota. Di situ berdiri megah gedung-gedung perkantoran yang tinggi menjulang. Sebagai kawasan bisnis, tak heran bila disana juga berdiri megah hotel-hotel bintang lima, apartemen dan tentu shopping mall. Semakin siang, kemacetan akan semakin panjang dengan keberadaan kantor-kantor kedutaan asing di sepanjang jl. HR Rasuna Said.
Sebuah mobil Daihatsu Xenia warna hitam, lolos dari kemacetan memasuki sebuah pelataran parkir di sebuah gedung perkantoran tak jauh dari Menara Imperium. Seorang perempuan muda dengan kaca mata gelap keluar dari mobil, menenteng tas hitam yang berisi lap top yang super canggih, hand phone keluaran terbaru dan file holder yang berisi beberapa lembar kertas. Namanya Stella Farryna, sekertaris direksi pada perusahaan asuransi swasta nasional yang cukup ternama. Sebagai executive muda, tentu dia sudah akrab dengan pergaulan high class dan gaya hidup metropolitan ala ibu kota. Shopping di mall, dinner di restauran bintang lima, nongkrong di cafe, perawatan tubuh di salon atau spa, clubbing, dan menikmati week end di Bali atau pantai Carita.
Tinggal di apartemen kelas menengah, mbak Stella ingin membuktikan bahwa ia bukan orang sembarangan. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu exis, di tengan persaingan Jakarta yang sangat ketat, bahkan kejam. Sukses meniti karir adalah impiannya, membuat simboknya di kampung bahagia adalah impiannya yang lain. Dan kerja keras yang tak kenal lelah pun terbayar sudah, dengan menduduki jabatan bergengsi sperti yang di sandangnya sekarang.
Tak ada orang yang tahu, dibalik kesuksesannya, mbak Stella mengunci rapat identitas diri yang sebenarnya. Terlahir dengan nama asli Siti Parinah, anak dari yu Romlah, penjual SGPC alias sego pecel yang sering mangkal di stasiun Kroya, Cilacap jawa tengah. Ia memutuskan untuk mengganti namanya, karena nama pemberian dari orang tuanya itu dianggap terlalu ndeso alias kampungan. Tidak komersial, tidak laku dijual di Jakarta. Merantau ke Jakarta bermodal ijazah SMP, Siti Parinah bekerja sebagai baby sitter pada keluarga orang asing di Jakarta. Seorang bule berkebangsaan Jerman, yang bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan.
Nasibnya sungguh mujur, sama sang bule ia diajari bahasa inggris dan di kursuskan komputer, bahkan pada suatu kesempatan, ia bisa ikut ujian persamaan SMA. Tiga tahun kemudian pada saat sang majikan mengakhiri tugasnya di Jakarta, dan pulang ke negaranya, Siti Parinah sudah terlanjur lancar cas, cis, cus. Dan ketrampilannya mengoperasikan kotak ajaib yang bernama komputer pun tidak di ragukan lagi. Karena jasa sang majikan pula, ia mengenal internet dengan segala macam seluk-beluknya. Sebelum pulang ke negaranya, sang bule pun tidak ragu untuk menitipkan ia pada seorang temannya yang menjadi direktur sebuah perusahaan asuransi. Memulai bekerja sebagai staff biasa, ia memang dikenal sebagai pekerja keras, rajin, ulet, dan sangat loyal. Ia terus mengembangkan diri dengan mengikuti berbagai kursus, seminar, workshop dan kuliah-kuliah singkat, yang pada kemudian hari terbukti mampu mendongkrak karirnya. Segala usaha dan kerja kerasnya tidak sia-sia, hingga ia mampu menduduki posisi mentereng seperti sekarang ini.
Tetapi mengapa namanya mesti diganti..? Memangnya kalau ingin sukses di Jakarta harus pakai nama yang komersial, nama ndesonya diganti dengan nama yang lebih marketable. Siti jadi Stella, Parinah jadi Farryna. Orang jaman sekarang ini suka aneh, nama saja kok di perso'alkan. Sukanya faktor luaran saja, lebih suka kulit dari pada isinya. Namanya saja yang bagus, tapi otaknya suka ngeres. Badannya saja yang bersih, tapi mulutnya suka makan yang kotor-kotor, hasil mencuri, menjarah, merampok, korupsi dan sejenisnya. Kisah Siti Parinah alias Stella Farryna, mengingatkan saya akan cerita kuno yang dulu sering didongengkan mbah buyut, waktu saya masih kecil. Cerita tentang Kere munggah mbale...@@.
TUGU JOGJA EXPRESS.COM
Sebuah Catatan Kecil Tentang Pesona Jogja
Jumat, 17 Maret 2017
Kamis, 24 Januari 2013
JALAN TRIKORA YANG BERNILAI HISTORIS DAN FILOSOFIS
Jalan
Trikora sangat mungkin menjadi jalan protokol terpendek di kota Jogja, lebih
pendek dari jalan Malioboro yang panjangnya kurang lebih hanya satu kilometer. Panjang
jalan ini mungkin kurang dari 200 meter, tetapi mengingat tempatnya sangat strategis,
jalan ini memiliki nilai historis dan filosofis yang sangat tinggi. Berada persis
di depan alun-alun utara Kraton Jogja, jalan
ini menjadi sangat penting karena menjadi jalan masuk ke kraton dari arah depan
dan merupakan bagian dari bagan garis imajiner
dari Kraton ke tugu di utara yang tersambung dengan jalan Ahmad Yani, jalan
Malioboro dan jalan Pangeran Mangkubumi. Seperti pernah saya tulis dalam blog
ini, dari Kraton ke tugu di utara merupakan bagan yang memiliki makna filosofi Sangkan
paraning dumadi yang kira-kira berarti asal-usul kehidupan manusia dan
tujuan asasi hidupnya
Bernilai historis
karena di seputaran tempat ini masih banyak bangunan-bangunan bersejarah yang
masih sangat terawat. Seperti Gedung Agung, Benteng Vrederburg, Kantor Pos
Besar, dan Bank Indonesia. Lebih dari itu dahulu disini juga merupakan medan
pertempuran saat Belanda mencoba menduduki kembali kota Yogyakarta. Pertempuran
Serangan Umum 1 Maret 1949 atau yang dikenal dengan pertempuran 6 jam di Jogja
itu kini ditandai dengan Monumen So 1 Maret di seberang kantor pos besar.
Tempat ini semakin memiliki nila historis saat ibukota Negara pindah ke Jogja
tempat ini juga menjadi
Bernilai filosofis
sebab jalan Trikora dahulu bernama jalan Pangurakan.
Dari kata urak atau nggusah yang berarti mengusir. Apa yang
diusir? Di sini awalnya terdapat Gapura
Gladag sebagai pintu Gerbang Utama menuju komplek kraton. Beberapa meter
sebelah selatannya terdapat Gapura
Pangurakan. Pada zamannya dulu Pangurakan merupakan tempat peyerahan suatu
daftar jaga (gerbang pos penjagaan). Atau tempat pengusiran dari kota bagi
mereka yang mendapat hukuman/pengasingan, atau mengusir orang-orang yang tidak
dikehendaki masuk ke komplek kraton. Tetapi kalau dihubungkan dengan konsepsi filosofi pembangunan
kraton, yang diusir bisa juga nafsu yang tidak baik dalam diri manusia. Ini
berkaitan dengan garis lurus antara kraton hingga ke tugu yang memiliki makna
filosofi Sangkan paraning dumadi, di mana
setiap manusia pasti akan menghadap Sang Khalik, sehingga harus mensucikan
diri, membersihkan hati dengan mengusir nafsu yang tidak baik yang ada di dalam
dirinya. Di sepanjang jalan ini dulu juga ditanami pohon gayam dan pohon asem.
Gayam melambangkan ayom (teduh), ayem (tenteram) dan asem melambangkan sengsem
(tertarik). Dengan harapan kraton (Jogja) itu menjadi daerah yang ayom, ayem, tentrem, dan sengsem, teduh,
tenteram dan juga menarik. @@
Minggu, 29 April 2012
PANTAI NGOBARAN, MENYEPI DI UJUNG NEGERI
Tak
setenar pantai Baron, Kukup, Krakal, dan Sundak, pantai ini memang terletak agak
ke barat dari gugusan pantai selatan Gunung Kidul yang sudah duluan terkenal dan banyak di
kunjungi wisatawan. Berada di kecamatan Saptosari, kabupaten Gunung Kidul
Yogyakarta atau kurang lebih 25 kilometer arah barat daya kota Wonosari. Tak
seperti pantai lainnya di kawasan timur yang sudah memiliki akses jalan yang
relative baik, akses menuju pantai ini relative sempit meski sudah beraspal.
Kondisi ini membuat bus-bus besar belum bisa masuk ke pantai ini, sehingga
pengunjungnya juga terbatas.
Memiliki ciri khas seperti pantai-pantai lain di Gunung Kidul bagian selatan, pantai ini juga berbukit-bukit bahkan bertebing meski tidak terlalu tinggi. Fasilitas yang tersediapun masih sangat minim, selain area parkir yang tidak begitu luas, juga tidak banyak pedagang seperti di pantai-pantai lain yang sudah lebih berkembang. Di sampingnya juga terhampar pantai Ngrenehan yang jaraknya tidak begitu jauh. Tetapi nasibnya tak jauh berbeda dengan pantai Ngobaran, minim fasilitas dan sarana pendukung.
Meski demikian pantai ini tidak sulit untuk anda kunjungi. Menggunakan sepeda motor atau mobil keluarga perjalanan akan lebih mudah dan menyenangkan. Untuk mengunjungi pantai ini bisa ditempuh melalui kecamatan Playen terus ke selatan, sesampai di kota kecamatan Saptosari belok kiri. Setelah sampai pertigaan jalan yang yang ke kiri ( naik ) akan mengarah ke pantai Baron, Kukup dan Krakal, maka dengan mengambil jalan kekanan ( turun ) dan jalan selanjutnya akan mengarah ke selatan hingga ke pantai. Berwisata ke pantai Ngobaran seolah berada di ujung negeri, sejauh lepas mata memandang hanya terlihat hamparan luas Samudra Indonesia yang membiru. Pantai Ngobaran sangat cocok untuk menyepi, meninggalkan sejenak rutinitas keseharian yang seringkali terasa membosankan.@@
Memiliki ciri khas seperti pantai-pantai lain di Gunung Kidul bagian selatan, pantai ini juga berbukit-bukit bahkan bertebing meski tidak terlalu tinggi. Fasilitas yang tersediapun masih sangat minim, selain area parkir yang tidak begitu luas, juga tidak banyak pedagang seperti di pantai-pantai lain yang sudah lebih berkembang. Di sampingnya juga terhampar pantai Ngrenehan yang jaraknya tidak begitu jauh. Tetapi nasibnya tak jauh berbeda dengan pantai Ngobaran, minim fasilitas dan sarana pendukung.
Meski demikian pantai ini tidak sulit untuk anda kunjungi. Menggunakan sepeda motor atau mobil keluarga perjalanan akan lebih mudah dan menyenangkan. Untuk mengunjungi pantai ini bisa ditempuh melalui kecamatan Playen terus ke selatan, sesampai di kota kecamatan Saptosari belok kiri. Setelah sampai pertigaan jalan yang yang ke kiri ( naik ) akan mengarah ke pantai Baron, Kukup dan Krakal, maka dengan mengambil jalan kekanan ( turun ) dan jalan selanjutnya akan mengarah ke selatan hingga ke pantai. Berwisata ke pantai Ngobaran seolah berada di ujung negeri, sejauh lepas mata memandang hanya terlihat hamparan luas Samudra Indonesia yang membiru. Pantai Ngobaran sangat cocok untuk menyepi, meninggalkan sejenak rutinitas keseharian yang seringkali terasa membosankan.@@
Minggu, 11 Maret 2012
PESONA SINAR SURGA DI LUWENG JOMBLANG
Jogja
tak hanya punya Keraton, Malioboro, Kaliurang, Candi Prambanan, Kota Gede,
Kasongan atau wisata belanja dan kuliner yang kebanyakan orang sudah tahu
bahkan pernah mengunjunginya. Bila anda berkunjung ke Jogja carilah sesuatu
yang lain, yang menarik atau bahkan kalau perlu yang menantang. Luangkan waktu
anda untuk tidak sekedar berputar-putar di dalam kota, pergilah sedikit ketimur
dan temukan sesuatu yang lain, sesuatu yang langka dan menakjubkan. Wisata alam yang berupa kegiatan
menyusuri goa atau caving mungkin asing di telinga anda. Tetapi kegiatan wisata
yang juga termasuk olah raga rekreasi ini bisa jadi akan membuat anda kagum
pada alam dan sang pencipta. Kegiatan ini memang sedang dan akan terus di
kembangkan di kabupaten Gunung Kidul sebab disanalah goa-goa alam nan eksotik
itu bertebaran.
Wilayah
kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan bagian dari Kawasan Karst Pegunungan Sewu yang memiliki
bentang alam yang cukup unik. Dibalik tanahnya yang tandus, Gunung Kidul
memiliki begitu banyak goa-goa alam,
bahkan menurut sebuah sumber mencapai hingga ratusan goa, baik goa horizontal maupun goa vertikal atau yang biasa disebut luweng.
Karena jangan heran jika Gunungkidul menjadi surga bagi para penelusur gua atau
caver, baik dari dalam maupun luar negeri,
baik untuk melakukan suatu penelitian
maupun yang sekedar ingin
menikmati keindahan alam yang ada di perut bumi sekaligus menguji adrenalin.
Kegiatan
menyusuri goa, atau caving atau termasuk
olahraga rekreasi. Namun demikian tidak bisa
dianggap enteng, aktivitas penelusuran goa, khususnya goa-goa vertikal
seperti yang telah dikembangkan di wlayah Gunung Kidul memiliki tantangan
tersendiri. Lebih khusus lagi untuk memasuki goa-goa vertical yang sulit, goa
dengan celah atau lobang yang sempit, maupun gua basah di mana terdapat aliran
sungai di dalamnya. Para penelusur gua dituntut untuk memiliki kemampuan memanjat,
berenang, mendaki, orientasi medan, peta kompas, sampai menyelam.
Goa Jomblang dan Goa Grubug
Goa
Jomblang dan goa Grubug yang terdapat di kecamatan Semanu atau kurang lebih
delapan kilometer sebelah timur kota Wonosari merupakan tempat favorit bagi
para caver atau penyusur goa. Pada
goa vertikal yang memiliki lebar dan dalam limapuluh meter lebih ini memang
cukup terkenal dikalangan para caver. Untuk masuk atau menuruni goa vertikal
seperti goa atau luweng Jomblang dan
goa atau luweng Grubug wajib
menggunakan peralatan khusus yang sesuai dengan standar keamanan, serta wajib
menguasai kemampuan tekhnik tali tunggal atau single rope technique ( SRT ). Didalam goa yang memiliki kedalaman hingga 80 meter itu
terdapat sungai bawah tanah yang merupakan ciri khas wilayah karst dan konon
merupakan sungai purba. Selain itu
didalamnya juga terdapat hutan purba. Jika di atas terlihat tanah tandus
dan pohon jati yang mengering, maka di dasar Gua Jomblang aneka tanaman dengan
jenis yang berbeda dari vegetasi diatas hidup dengan subur. Dari dasar Gua
Jomblang perjalanan dilanjutkan menyusuri lorong sepanjang 300 meter yang
menghubungkan dengan Gua Grubug. Berhubung di lorong tersebut sangat gelap maka para caver juga dilengkapi dengan headlamp
untuk penerangan. Bahkan yang lebih fenomenal dari semua itu pada goa-goa itu terdapat ray of
light atau yang lebih dikenal sebagai sinar surga. Sinar matahari yang
masuk melalu entrance Gua Grubug dengan ketinggian sekitar 90 meter
menciptakan pilar cahaya (ray of light) yang sangat indah. Para
penelusur gua atau caver yang sudah berpengalaman biasanya akan masuk ke Gua
Grubug tidak melalui Gua Jomblang tapi lewat celah tersebut. Setelah sampai di
Gua Grubug biasanya para caver akan
melanjutkan dengan body rafting di sungai yang mengalir di dalam gua. Tetapi
untuk menyusur goa-goa ini diperlukan keahlian khusus serta pengetahuan,
pengalaman, tekhnik dan peralatan yang memadai, bahkan berstandar
international. ( Sumber: Kompasiana/Elizabeth Murni ).@@
Selasa, 13 Desember 2011
WISATA PANTAI SIUNG, MENGUNJUNGI SAUDARA TUA GUNUNG MERAPI
Pesona keindahan pantai
selatan Jawa begitu memikat dan melegenda, dan salah satunya adalah pantai
Siung. Pantai ini terletak di kecamatan Tepus kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta.
Berjarak kurang lebih 28 kilometer arah selatan kota Wonosari tempat ini
realtif mudah untuk dicapai. Meski untuk mengunjungi pantai ini memang harus
menggunakan kendaraan pribadi atau carteran, sebab belum tersedia angkutan umum
yang menuju ke sana. Tetapi jangan kawatir sebab akses menuju ke sana sudah
didukung dengan sarana jalan yang cukup memadai. Perjalanan anda akan semakin
menarik dengan medan yang berbelok-belok dan sedikit naik turun, serta suguhan
pegunungan kapur disisi kanan-kiri jalan.
Pantai Siung memiliki
daya tarik yang luar biasa dengan air lautnya yang sangat bening, pasir pantai
yang putih dan lembut serta bukit-bukit karang yang menyembul keatas seperti
pulau-pulau kecil yang menjorok ke tengah laut. Di pantai ini juga terdapat
aneka ikan hias dengan warna dan bentuk yang sangat cantik. Yang lebih menarik
lagi konon menurut penelitian jenis batuan yang ada di pantai ini memiliki
kemiripan atau kesamaan dengan jenis batuan yang ada di kawasan gunung Merapi.
Bahkan menurut sebuah sumber malah memiliki umur yang lebih tua dari yang ada
di kawasan gunung Merapi. Secara filosofis gunung Merapi, Keraton dan laut
selatan memang memiliki hubungan. Dan ternyata secara ilmiah keduanya juga
memiliki hubungan. Kalau secara filosofis pantai selatan diwakili Parangtritis,
maka secara ilmiah pantai selatan diwakili oleh pantai Siung.
Atraksi alam di pantai
Siung semakin sempurna dengan kehadiran air terjun Pengantin yang langsung
bermuara ke laut. Meski tidak terlalu tinggi air terjun ini menambah daya tarik
pantai Siung untuk anda kunjungi. Berkunjung ke kota Jogja mungkin tidak
lengkap kalau anda tidak mengunjungi Keraton dan mampir ke Malioboro, tetapi
kunjungan wisata anda akan terasa serpurna bila anda sempatkan singgah dan mengunjungi
pantai Siung yang eksotis dan mempesona. Anda penasaran berkunjung ke sana?
Selamat berwisata!@@
Langganan:
Postingan (Atom)